Copyright © Cerita Mila
Design by Dzignine edited milaizzatul
Sunday 8 November 2009

Piala Peratama

Piala Pertama


Oleh : Mila Izzatul Ikhsanti

 

Gadis kecil itu menatap terpaku pada televisi. Seorang anak seusianya dengan bangga memamerkan piala – piala hasil prestasinya. Maklum, anak dalam televis itu adalah seorang penyanyi cilik yang sedang naik daun, sedangkan gadis kecil yang sedang menonton televise itu hanya gadis cilik biasa yang baru menginjak usia empat tahun.

Gadis kecil itu bersekolah di sebuah taman kanak – kanak yang tidak jauh dari tempat tinggalnya. Ia senang—senang sekali—dapat bersekolah.

Acara televise itu pun usai. Hal yang tersirat dibenaknya, “andai saja aku memiliki piala – piala seperti dia.” Ia memiliki keiingan tersebut yang sangat mendalam. Ia sering bertanya kepada ibunya. “Mama, biar dapat piala seperti itu gimana sih caranya?”

“Kamu harus rajin belajar supaya kalau nanti ada perlombaan kamu bias menang dan dapat piala seperti dia.” Ibunya menjawab.

Lomba. Kata tersebut sering ia dengar, namaun belum pernah ia mengikuti lomba. Lomba yang ia ikuti sebatas lomba untuk memeriahkan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia dan itu pun—kalau menang—hanya mendapatkan buku dan peralatan tulis.

Suatu ketika, di sekolahnya ia mendapatkan informasi dari guru yang mebgajarnya. Guru itun bernama bu Ami. Beliau sangat sayang sekali pada anak – anak didiknya. Bu Ami berkata bahwa esok luasa akan diadakan lomba mewarnai di sekolah. Hadiah bagi para juaranya berupa peralatan sekolah dan piala.

Gadis kecil itu sangat senang mendengar kabar dari ibu gurunya. Akhirnya ada juga lomba yang akan ia ikuti, berhadiah piala pula. Ia bertekad untuk memenagkan perlombaan itu dan meraih pialanya. Apalagi perlombaan itu adalah lomba mewarnai. Sangat sesuai dengan kegemarannya sehari – hari.

“Mama, Adek boleh kan ikut lomba mewarnai di sekolah?” Tanya gadis kecil itu kepada ibunya saat itunya menjempum usai ia bersekolah.

“Boleh. Kapan?” Tanya ibunya

“Besok lusa. Hadiahnya piala loh, Ma.” Jawabnya dengan mata berbinar – binar.

Saat ayahnya tiba di rumah usai bekerja, gadis kecil itu melakukan percakapan yang sama dengan ayahnya.

“Kyaron Adek masih bagus – bagus kan?” Tanya ayahnya. Anak itu mengambil sekotak krayon miliknya.

“Banyak yang patah, Pa.” Jawabnya dengan lesu.

“Ya sudah. Adek punya PR nggak?” Anak itu menggeleng. “Kalau begitu, Adek ganti baju ya, kita jalan – jalan beli krayon.” Ajak ayahnya. Tanpa membuang – buang waktu ia pun segera mengganti pakaiannya.

Sampai di salah satu pusat perbelanjaan alat tulis, gadis kecil itu bingung harus memilih krayon yang seperti apa. Karena dihadapannya banyak sekali alat mewarnai, dari mulai pensil warna, krayon berbagai ukuran sampai cat air. Ayah dan ibunya nampaknya juga bingung memilih alat mewarnai untuk anaknya.

“Pa, yang itu ya?” Gadis kecil itu menunjuk krayon dengan ukuran yang paling besar dari yang lainnya.

“Wah, itu besar sekali lo, Dek. Nanti kamu repot membawanya ke sekolah.” Jawab ayahnya.

Setelah beberapa menit. Akhirnya ia dan orangtuanya memutuskan untuk membeli krayon dengan ukuran sedang, tidak mudah patah dan menghasilkan warna yang baik.

Hari yang dinanti – nanti oleh gadis kecil itu pun tiba. Hari itu tidak ada kegiatan belajar di sekolahnya. Namun diganti oelh kegiatan lomba mewarnai. Ada sedikit kekhawatiran dalam dirinya. Khawatir jika ia tidak dapat memenangkan lomba tersebut. Namun, ia berusaha yakin bahwa ia pasti bias.

Saat gurunya membagikan lembar bergambar yang akan ia warnai, gadis kecil itu tampak bingung. “Gamabr apa ini?” Tanya-nya dalam hati. Gambar tersebut sebenarnya logo salah satu susu formula untuk anak – anak. Logo tersebut menyerupai butung tapi bukan burung. Hanya terdiri dari beberapa lingkaran dan segitiga yang disusun – susun. Meski bingung anak kecil itu tetap mewarnai gambar itu dengan warna semenarik mungkin.

Waktu pun habis, untungnya anak itu dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik. Gurunya berkata bahwa pemenang akan diumumkan minggu depan. Gadis kecil itu langsung bercerita kepada ayah dan ibunya tentang gambar yang aneh itu. Orangtuanya juga sama – sama belum tahu gambar yang dimaksud oleh putrinya. Mereka hanya menyampaikan yang penting mewarnainya rapih dan tidak keluar garis.

Seminggu pun berlalu. Hari pengumuman pemenang lomba mewarnai pun tiba. Sayang sekali pada hari itu gadis kecil itu sedang sakit. Akhirnya yang datang ke sekolah hanya ibunya saja.

Dari rumah, gadis kecil itu berdoa semoga ia dapat memenangkan perlombaan mewarnainya. Saat mendengar suara langkah kaki diteras rumahnya, ia cepat – cepat membuka pintu karena ia tahu bahwa itu pasti ibunya.

Alangkah senangnya ia, melihat ibunya membawa benda berwarna emas dan merah yang berkilat – kilat terkena sinar matahari. Ia membaca tulisan di bagian bawah benda itu “JUARA III” begitulah bunyinya. Rasa sakit yang sebelumnya ia derita pun sirna begitu saja. Meskipun bukan juara pertama, namun ia tetap senang dengan mendapatkan piala tersebut.

Ia langsung meraih piala itu, dipandangnya benda tersebut dari atas kebawah dari depan ke belakang. Ia lalu berlari –lari kecil menuju cermin dikamar orangtuanya lalu mengacung – acungkan piala ke atas layaknya anak –anak yang sering kali ia lihat di televise. Ia sangat gembira saat itu dan kegembiraanya tidak dapat ditunagkan dalam kata – kata.

Melihat betapa senagnya putrid sematawayangnya itu, orangtua gadis kecil berinisiatif untuk membawa anaknya ke studio foto. Maka, sore harinya usai sholat Maghrib, anak itu bersama orangtuanya pergi ke studio foto. Eaktu itu, keluarganya hidup sederhana—belum memiliki kendaraan pribadi—jadi kalau hendak pergi selalu ditempuh dengan kendaraan umum dan berjalan kaki.

Studio foto yang dituju tidak begitu jauh. Hanya dengan menaiki angkuitan umum satu kali lalu berjalan kaki sebentar. Tapi, namanya juga anak – anak, baru berjalan beberapa menit saja sudah lelah. Ayahnya yang mebgetahui isi hati anaknya tersebut langsung menawarkan punggungnya. Dengan senyum yang mengembang gadis kecil itu langsung naik ke punggung ayahnya. Ibunya tetap berjalan disamping ayahnya sambil menyanyikan lagu – lagu kesukaanya, Kalau lirik lagunya salah, kadang ibunya membenarkan dan bahkan menjadi bahan tertawaan. Bahagianya gadis kecil itu.

Sampai di studio foto, ayahnya menurunkan putrinya dari punggung. Keluarga tersebut langsung memasuki ruangan yang cukup luas tempat berfoto. Di ruang tersebut sudah menunggu seorang fotografer Sebelum difoto, gadis kecil itu disisir terlebih dahulu oleh ibuunya. Sementara sang fotografer berbincang – bincang dengan ayahnya.

Setelah semua siap, anak perempuan itu diminta berdiri di depan latar berwarna gelap namun elegan. Fotografer yang ramah itu mengarahkan gaya terlebih dahulu, dan beberapa saat kemudia kilatan – kilatan cahaya meyerbu mata gadis kecil itu. Sekali lagi, ia bahagia.

Sebelas tahun berlalu, gadis kecil itu tumbuh menjadi seorang remaja yang sekarang bersekolah di salah satu Sekolah Menengah Atas di Jakarta. Ya, gadis kecil itu adalah gambaran hidupku di masa kanak – kanak dulu, dan cerita tersebut adalah salah satu kenangan terindah dalam hidupku. Samar – samar seperti mimpi dibenakku, namu itu tetap kenyataan—benar – benar pernah terjadi.

Tak hanya piala yang mebuat kenangan itu berarti, tapi kasih sayang dari kedua orangtua ku yang membuat aku terkadang menitikan air mata haru jika mengingatnya. Kasih sayang yang membuat setiap detik hidupku menjadi bahagia.

Piala tersebut sekarang masih berdiri tegak di atas meja belajarku bersama piala – piala lainnya yang pernah aku raih setelahnya. Ia saksi bisu kenangan itu, dan sepertinya ia selalu tersenyum melihat foto yang bersandar di bawahnya. Foto seorang gadis kecil memakai dress bercorak bunga matahari, mamakai bando kuning, memegang piala dan tidak dengan senyum mengembang, tetapi terlihat dari sinar wajahnya bahwa ia bahagia. Sangat bahagia.

2 komen:

  1. Farida K Novaisa18 June 2010 at 20:34

    waw keren,kak
    semangat ya kak,untuk cerita lainya lagi.
    hahaha
    :)

    ReplyDelete
  2. Farida K Novaisa18 June 2010 at 20:50

    ada yg lupa,hanya saran:
    kak ketikanya diperbaiki ya :(

    ReplyDelete

waktunya komentaaar