MILA IZZATUL IKHSANTI
Fisika, Fakultas Matematika
&Ilmu Pengetahuan Alam
“Manusia sejati adalah jika fisiknya bersama kerja keras,
jiwanya bersama doa, dan hatinya bersama keikhlasan”
Mila,
begitulah sapaan akrab gadis kelahiran Madiun
pada saat matahari mulai melintasi rasi Gemini tanggal 21 Juni 1994.
Ia adalah anak pertama dari dua bersaudara yang memiliki selisih usia 6 tahun
lebih muda darinya. Kedua orang tuanya merupakan guru pengajar Matematika Sekolah Menengah Kejuruan di daerah Jakarta.
Ia dikenal sebagai gadis yang sangat menyukai warna merah muda, periang dan mudah bergaul.
Mila sangat
gemar mengeksplorasi hal – hal yang berkaitan dengan Astronomi. Astronomi yang membuat
ia kagum dengan alam semesta dan ilmu fisika—yang sangat berpengaruh bagi kehidupan.
Selain sebagai astronomi amatir, ia juga memiliki hobi lain seperti mengelola blog,
mencari tahu hal-hal baru tentang kemajuan IPTEK, serta menulis cerpen dan
kisah-kisah menarik dalam kesehariannya. Ia lebih senang menyampaikan ide atau
gagasan melalui tulisan dari pada harus menyampaikannya secara lisan.
Kecintaannya
terhadap ilmu pengetahuan khususnya Fisika membuat ia berjuang keras dalam
memperebutkan bangku Perguruan Tinggi Negeri. Ia harus melewati rintangan dan
jatuh bangun demi harga mati yang ia tanamkan dalam hatinya yaitu Fisika UI
2012. Keberhasilannya meraih satu bangku di Universitas utama di Indonesia ini,
membuat ia bangga dan lega dapat menyeka peluh perjuangan yang sangat
melelahkan.
Masa Kecil dan Pondasi Cita – Cita
Pada tahun 1996 Mila bersama kedua orang
tuanya pindah dari Madiun ke Jakarta. Keluarga tersebut tinggal selama tiga
tahun di daerah Jatinegara, Jakarta Timur dan tiga tahun berikutnya pindah ke
daerah Kayu Manis, Jakarta Timur. Dibesarkan sekaligus memiliki darah dari dua
orang guru matematika membuat hidup Mila kental dengan nuansa pendidikan.
Mila mengenyam pendidikan pertama pada usia
empat tahun di TK Islam Nurul Iman. Ia belajar menulis, membaca, berhitung, dan
bersosialisasi di Taman Kanak – kanak tersebut hingga berusia enam tahun. Ia
melanjutkan pendidikan dasarnya di
sebuah sekolah milik Angkatan Darat, SDS Kartika X-1. Ia dikenal sebagai siswa
yang aktif dan cerdas. Ia pernah mengikuti ajang Olimpiade Matematika sampai
tingkat Provinsi pada tahun 2005. Setelah enam tahun bersekolah di sana, ia menjadi lulusan terbaik
sekolah tersebut pada tahun 2006.
Semenjak ia mengenal istilah cita-cita, ia
memilih menjadi seorang guru atau pendidik dan tidak pernah mengubah
cita-citanya tersebut. Hal ini sangat terlihat dari kegemarannya mengajak teman
– teman kecilnya bermain “sekolah -sekolah-an” dari pada permainan anak – anak
lainnya. Pada masa kecilnya ia juga senang menggambar, mewarnai, dan menulis
cerita pendek.
Masa Remaja dan Ilmu Perbintangan
Setelah menamatkan pendidikan dasar, Mila
beserta keluarganya pindah ke daerah Taman Mini Indonesia Indah. Mila
melanjutkan pendidikan menengah pertama selama tiga tahun di salah satu sekolah
unggulan di Jakarta Timur, SMP Negeri 49 Jakarta. Semasa SMP ia dikenal sebagai
siswa yang aktif dalam kegiatan Paskibra di sekolahnya.
Saat duduk di bangku kelas VII ia
mendapatkan hal yang menarik yang membuat ia untuk pertama kalinya mengenal
ilmu perbintangan atau Astronomi. Suatu saat ia menerima surat tugas untuk
mewakili sekolahannya dalam ajang penyisihan tingkat kota Olimpiade Sains
Nasional Junior pada bidang Matematika. Hal itu tidak membuatnya terkejut
karena ia sering mengikuti kompetisi Matematika sebelum itu. Namun, hal yang
mengejutkan adalah ketika pada saat pelatihan Olimpiade di salah satu SMP di
daerah Jakarta Selatan, namanya terpampang di daftar peserta Olimpiade bidang
Astronomi. Pada saat itu Mila sama sekali belum mengenal bidang yang satu ini,
bahkan ia mengira istilah tersebut bukan istilah sains. Tetapi, ia berusaha
mencari tahu seluk beluk Astronomi dan semenjak saat itu kecintaannya dengan
ilmu perbintangan tumbuh meskipun pada akhirnya ia tidak lolos sampai pada
tingkat Nasional saat itu.
Tahun terakhir masa SMP sangat menyibukkan
hari – harinya. Sehingga untuk beberapa bulan ia melupakan Astronomi. Kerja
kerasnya dalam memperebutkan bangku SMA terbayar sudah setelah ia resmi menjadi
siswa salah satu sekolah ternama di Jakarta Timur, SMA Negeri 48 Jakarta.
Kecintaannya dengan Astronomi yang sempat
terlupakan, muncul kembali pada saat SMA. Ilmu tersebut sekaligus membuat masa
SMA-nya menjadi penuh warna dan cerita. Pengalaman masa “putih abu-abu”-nya
sangat beragam berkat bergabungnya ia dengan Himpunan Astronomi Amatir Jakarta
(HAAJ) dan Forum Scientist Teenager (Fosca) serta menjadi pengurus Forum
Pelajar Astronomi (FPA).
Olimpiade Sains Nasional (OSN) turut
melengkapi kesibukan Mila di SMA. Pada tahun pertama SMA ia diamanahkan untuk
mewakili sekolahnya dalam OSN 2010 bidang Astronomi dan ia harus terhenti pada
tingkat Provinsi. Tahun berikutnya ia mendapatkan amanah yang sama pada OSN
2011. Kompetisi tersebut memang membawa banyak kenangan bahagia sekaligus
kekecewaan bagi dirinya. Keinginannya untuk menjadi putri daerah serta seorang medalist
dalam ajang tersebut mungkin bukanlah hal yang baik baginya. Sehingga kerja
kerasnya masih belum cukup untuk membawanya sampai tingkat Nasional meskipun ia
selalu menduduki peringkat atas pada seleksi tingkat Kota dan pra-Provinsi.
Kegagal tersebut tidak membuat ia membenci dan melupakan ilmu Astronomi, karena
baginya Astronomi bukanlah OSN. Astronomi adalah ilmu yang memperlihatkan
kebesaran Allah. Ia bahkan sangat bersyukur bisa mengenal ilmu tersebut. Hal
itu membuat Mila semangat untuk berbagi pengetahuan kepada adik-adik kelasnya
agar bisa menjadi kontingen DKI Jakarta pada ajang OSN di tahun-tahun yang akan
datang.
Selain pengalaman yang didapat dari
Astronomi, pengalaman masa remajanya juga bertambah dengan hadirnya ia di salah
satu kegiatan ekstrakurikuler di sekolahnya yaitu Rohani Islam (Rohis). Rohis
lebih berandil dalam menjaga arah pergaulannya agar tidak melewati batas –
batas yang diatur dalam agama Islam. Mila menemukan sahabat-sahabat yang
senantiasa mengingatkan dia jika berbuat salah dan sabar mendengar curahan
hatinya. Mila juga banyak belajar tentang keorganisasian di dalam Rohis. Rohis
memberikan efek baik bagi ke-Islam-an hidup Mila.
Fisika UI: Harga Mati 2012
Fisika, baginya ilmu tersebut adalah ilmu
yang menjalankan kehidupan ini pada dasarnya. Ilmu yang bisa dianggap sederhana
sekaligus kompleks. Sederhana, karena aspek fisika ada pada pekerjaan ringan
dan rutin kita kerjakan seperti berjalan, melempar benda, memasak dan lain
sebagainya. Kompleks, karena untuk mempelajari “tingkah laku” jagad raya ini ilmu
fisika sangat dibutuhkan. Hal tersebut Mila rasakan saat ia—lagi-lagi—sedang
memperdalam pengetahuannya tentang Astronomi.
Pelajaran fisika yang untuk sebagian besar
siswa merupakan pelajaran yang dibenci, bagi Mila kesulitan fisika justru
membuatnya semakin penasaran dan ketidak-tahuannya mengenai fisika membuat ia
semangat untuk terus mendalaminya. Sebagai pecinta fisika bukan berarti ia
selalu menjadi siswa peroleh nilai
tertinggi pada matapelajaran fisika di sekolahnya. Karena sepandai-pandainya kelinci
melompat, ia pernah jatuh juga.
Awal duduk di bangku SMA Mila tidak serta
merta memiliki keinginan menjadi mahasiswa Fisika UI. Ia justru ingin sekali bisa
menuntut ilmu di Astronomi ITB. Namun, ia berpikir bahwa Fisika lebih luas
cakupannya dibandingkan Astronomi, sehingga ia mengurungkan niatnya tersebut.
Saat penjurusan di SMA, ia berhasil mendapatkan jurusan IPA dengan peringkat
lima besar di angkatannya. Hal tersebut membuat ia semangat untuk memperoleh
jalur PMDK atau jalur seleksi rapot saat pemilihan perguruan tinggi kelak.
Masuk di kehidupan tahun terakhir SMA
membuat ia benar-benar serius dengan keinginannya menjadi mahasiswa Fisika UI
dan membuat resolusi bahwa Fisika UI merupakan harga mati di tahun 2012. Ia
sangat antusias dengan hal – hal yang berhubungan dengan Universitas Indonesia.
Saat acara Bedah Kampus UI 2012 ia bertekat dan berjanji dalam hati untuk
kembali sebagai mahasiswa di depan Departemen Fisika.
Kisah hidupnya, terutama dalam hal
pendidikan, selama itu belum pernah membuat ia setres karena semenjak lulus
dari sekolah dasar ia selalu dengan mudah mendapatkan sekolah yang ia idam-idamkan.
Sedangkan di penghujung tahun ia bersekolah di SMA, Allah membuat rencana luar
biasa yang benar-benar membuat Mila tidak akan pernah melupakan setiap langkah
yang ia tempuh menuju Fisika UI.
Sebelum seleksi SNMPTN Jalur Undangan 2012
(jalur seleksi masuk perguruan tinggi negeri dengan seleksi rapot) Mila sangat
bersyukur karena ia menduduki peringkat sepuluh besar seangkatan-nya.
Kesempatan emas semacam SNMPTN Jalur Undangan ini benar-benar kesempatan yang
ia kejar semenjak dinyatakan sebagai siswa SMA. Pada jalur ini Mila tidak
langsung menempatkan Fisika UI di pilihan pertama, ia mencoba memilih Teknik
Kimia UI sebelum Fisika UI. Hari-hari penantian pengumuman SNMPTN Undangan ia
jalani dengan penuh doa di sela-sela kesibukannya dalam mempersiapkan
ujian-ujian akhir di sekolahnya.
Pada tanggal 26 Mei 2012 ia dikejutkan
dengan berita mendadak yang mengabarkan bahwa pengumuman SNMPTN Jalur Undangan
2012 diumumkan pada hari tersebut. Saat itu ia sedang menghadiri acara keluarga
dan benar-benar tidak mempersiapkan mental untuk menerima pengumuman. Pukul
17.00 WIB pengumuman pun tiba. Hari itu membuat ia tahu bahwa rencana yang ia
ajukan kepada Allah, tidak sama seperti rencana Allah untuk kehidupannya. Ia
harus menerima kegagalan tidak lolos seleksi SNMPTN Jalur Undangan. Teknik
Kimia UI memang bukan jurusan yang sembarang orang bisa menimba ilmu di sana
apalagi melalui jalur seleksi ini. Pasca kegagalan di SNMPTN Jalur Undangan, ia
bertekat untuk memperjuangkan Fisika UI di pilihan pertamanya dalam SNMPTN
Tertulis.
Hari demi hari ia jalani masih dengan
harap-harap cemas. Ia harus terus berlari mengejar keinginannya menjadi
Mahasiswa berjaket kuning. SNMPTN Tertulis 2012 ia rencanakan sebagai madan
tepur terakhirnya dalam mendapakatkan Fisika UI. Ia giat mengikuti bimbingan
belajar setiap harinya. Nilai tryout yang ia peroleh selalu menunjukkan
angka diatas target nilai untuk masuk Fisika UI. Keoptimisan semakin kian
memuncak apalagi setelah menjalani tes SNMPTN Tertulis pada tanggal 12 dan 13
Juni 2012. Ia yakin bahwa kemampuannya menjawab soal SNMPTN Tertulis waktu itu
akan membawanya menjadi Mahasiswa Universitas Indonesia.
Tanggal 7 Juli 2012 adalah tanggal yang ia
nanti-nantikan, tanggal dimana layar kaca sibuk menyiarkan pemberitaan tentang
calon pemimpin DKI Jakarta selanjutnya. Keyakinannya untuk lolos benar-benar menguasai
pikirannya sehingga ia lupa untuk mempersiapkan mental jika ia menerima
kegagalan. Pukul 19.00 WIB ia membuka pengumuman melalui website yang
telah ditentukan. Pengumuman tersebut membuat ia merasa bumi berhenti berputar
selama beberapa saat. Untuk kedua
kalinya ia dinyatakan tidak lolos seleksi. Hal itu membuat ia
benar-benar merasakan sakit dan kesal. Semua rencana bahagia yang telah ia
rencanakan pasca pengumuman pupus begitu saja. Ia mencoba untuk ikhlas dan
tetap berprasangka baik kepada Allah. Mungkin Allah memiliki rencana lain yang
jauh lebih indah dari yang ia rencanakan secara matang-matang tersebut.
Bangkit dari keterpurukan saat itu harus ia
usahakan sesegera mungkin. Dua hari pasca pengumuman SNMPTN Tulis, ia harus
bertempur kembali di Seleksi Masuk Universitas Indonesia (SIMAK-UI). Jalur ini
sebenarnya adalah jalur yang sangat tidak ingin ia lalui dikarenakan sistem
seleksi yang lebih ketat dengan soal yang ia anggap “membunuh”. Tetapi, ini lah
jalur terakhir yang harus ia tempuh jika ingin menginjakkan kaki di UI sebagai
Mahasiswa.
Setelah mengikuti SIMAK-UI ia tidak
berharap banyak ia akan lolos bahkan mustahil untuk lolos. Seleksi yang lebih
ketat, soal yang lebih sulit, ditambah lagi kenyataan yang mengejutkan. Mila
kaget karena teman-temannya, yang ia anggap luar biasa pintar di sekolah-sekolah
unggulan dan telah memiliki segudang prestasi, masih menjadi pesaingnya karena
sama-sama harus berjuang di SIMAK-UI juga. Dari situlah Mila belajar bahwa
tidak lolos di SNMPTN Tulis belum tentu menjadi siswa bodoh di negeri ini, tapi
Allah sedang merancang sesuatu diluar rencana manusia.
Mulai
saat itu ia sedikit demi sedikit mengubur mimpinya untuk menjadi Mahasiswa UI.
Ia merasa bahwa mimpinya bukan yang terbaik untuk hidupnya. Ia lalu berusaha
untuk mengubah rencana lain, melepas “kaca mata kuda”-nya yang selama ini
membuat ia hanya tertuju pada Fisika UI. Ia mendaftar di berbagai jalur mandiri
masuk universitas dan institut. Mulai dari Universitas Brawijaya, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember, dan Universitas Negeri Jakarta. Sejatinya ia merasa
sedih setiap kali harus mengikuti ujian-ujian masuk perguruan tinggi yang tidak
pernah ia bayangkan sebelumnya. Namun, ia berusaha melewatinya dengan penuh
kesabaran dan keikhlasan. Masa-masa itu Mila seperti mencoba membuka ratusan
pintu yang ada dihadapannya dengan satu kunci yang ia bawa. Ia tidak tahu pintu
mana yang dapat ia buka, maka selagi kesempatan masih ada ia berusaha mencoba
satu persatu. Ia pasrah dengan keputusan yang Allah tetapkan untuknya dan ia
percaya bahwa keputusan Allah pasti yang terbaik untuknya.
Indah pada Waktunya
Hari Kamis
tanggal 19 Juli 2012 adalah hari yang tidak pernah Mila lupakan
sepanjang hidupnya. Malam sebelum hari tersebut, ia hampir tidak dapat tidur
karena mendengar kabar dari sahabatnya jika pengumuman SIMAK-UI akan
dilaksanakan keesokan harinya. Mila berusaha keras mengumpulkan keoptimisan
untuk lolos, namun pahitnya kegagalan yang pernah ia telan membuat ia trauma
untuk optimis.
Pagi hari pada tanggal 19 Juli tersebut,
Mila memutuskan untuk berkonsentrasi menghadapi seleksi masuk Universitas
Brawijaya yang dilaksanakan hari itu. Namun, tanpa ia duga ayahnya tiba-tiba
memeluk dan menangis di pundaknya. Ibunya dengan tengan gemetar memperlihatkan
secarik koran halaman 39 dan kartu ujian SIMAK-UI milik Mila. Betapa
terkejutnya ia melihat nomor ujiannya bersinar diantara ratusan nomor ujian
yang terpampang di koran tersebut. Tubuhnya gemetar menerima kenyataan bahwa ia
dinyatakan lolos dalam seleksi SIMAK-UI 2012. Sujud syukur yang mengharu biru ia
lakukan sebagai bentuk terimakasih yang tiada terkira kepada Allah yang telah
mengabulkan doa-doa-nya pada masa penantian.
Banyak sekali pelajaran yang ia ambil sejak
tanggal 26 Mei – 19 Juli 2012. “Periode Penantian”, begitulah ia menyebut masa
pada rentang waktu tersebut. Allah membuat skenario kisah hidupnya dengan
sangat indah. Allah tahu bahwa momen keberhasilannya menjadi mahasiswa UI
adalah episode yang tidak akan ia lupakan begitu saja, maka dari itu Mila sangat
bersyukur Allah memilih latar waktu pada hari menjelang bulan suci Ramadhan
1433H. Mila merasa bahwa kisahnya menuju Universitas Indonesia penuh dengan
pelajaran untuk membekalinya di kehidupan baru yang lebih keras dari
sebelumnya. Kegigihan, kedewasaan, kesabaran, keikhlasan dan masih banyak lagi
hal-hal yang membuat ia berintropeksi diri. Moto hidupnya—ikhtiar, tawakal,
dan ikhlas—benar-benar diuji pada Periode Penantian. Ia semakin yakin bahwa
Allah selalu menempati janjinya untuk mengabulkan doa-doa hamba-Nya. Allah
selalu memberikan apa yang ia butuhkan, bukan yang ia inginkan. Mila mengerti
mengapa balasan bagi manusia yang berhasil sabar dan ikhlas itu sangat luar
biasa, karena untuk bersikap sabar dan ikhlas bukan suatu perkara yang mudah.
Kesuksesan yang Mila inginkan bukanlah kesuksesan biasa, layaknya tempat, ia
menginginkan puncak dengan pemandangan yang sangat indah. Maka dari itu jalan
yang harus ditempuh pun sudah sewajarnya membuat ia terjatuh, terluka, dan
berusaha keras untuk bangkit kembali. Karena puncak yang indah pasti
dikelilingi jalan yang terjal dan percayalah bahwa Allah selalu memiliki
rahasia-rahasia yang tidak pernah terduga oleh hamba-Nya.
Hari Sabtu tanggal 4 Agustus 2012 pukul
15.24 WIB dengan ucapan Basmallah dalam hati, untuk pertama kalinya ia
menginjakkan kaki ke dalam gedung Departemen Fisika FMIPA Universitas Indonesia
saat acara persiapan Pengenalan Sistem Akademik Fakultas (PSAF). Ia pun
berbicara dalam hati “Alhamdulillahirrabil alamiin. Akhirnya aku bisa menepati janjiku
untuk bisa memasuki gedung ini dengan status mahasiswa. Segala yang aku lewati
dalam Periode Penantian akan menjadi penyemangat ku untuk mewujudkan cita-cita
ku di dalam sini—menjadi peneliti serta pendidik yang membawa nama Indonesia
dan Islam. Inilah akhir dari perjalanan ku yang penuh pelajaran sekaligus awal
dari perjalananku yang lebih indah dan luar biasa. Inilah aku, Mila Izzatul
Ikhsanti, mahasiswa Fisika UI 2012.”
.: Tugas OKK UI 2012 :.