Copyright © Cerita Mila
Design by Dzignine edited milaizzatul
Sunday 1 May 2011

1 Mei 2010 (The Great Gate to My Astronomy World)

Alhamdulillahirrabil alamin . . .
tepat 1 tahun yang lalu sebuah hari yang menurut gue beda dari pada yang lain. Hari dimana gue pertama kali kenalan sama Himpunan Astronomi Amatir Jakarta (HAAJ) suatu organisasi yang ikut andil dalam perjalanan gue di Astronomi itu. Yak! kalau tidak ada 1 Mei 2010 mungkin tidak ada postingan gue yang berbau Astronomi.


Gue bener-bener ngerasa bersyukur akan hari itu. Karena 1 Mei 2010 Allah membukakan pintu gerbang menuju dunia astronomi yang lebih dalam. Karena 1 Mei 2010 gue bisa kenal apa itu HAAJ, FPA dan FOSCA. Karena 1 Mei 2010 gue bisa mendapatkan guru-guru astronomi yang sangat gue butuhkan sampe' saat ini. Dan karena 1 Mei 2010 gue bisa menciptakan dunia baru untuk hidup gue. Dunia Astronomi. Amazing!


Oke, gue ceritakan

Sabtu, 1 Mei 2010


Setelah Venus Menyapa Jakarta
   Pagi itu aku terbangun sekitar 24 menit setelah Venus menyapa Jakarta. Usai sholat subuh aku tidak tidur lagi layaknya hari Sabtu pada biasanya. Seperti biasa usai sholat aku menengok telephon genggamku untuk mengcek sms atau missedcall masuk, kebiasaan yang menurutku aneh namun entah kenapa aku selalu melakukan hal ini. Padahal tidak ada sms atau telepon yang ditunggu.
   Namun pagi itu aku memang menunggu sms dari seseorang. Seorang cowok yang semalam aku telepon. Jangan mengira yang bukan-bukan, cowok itu adalah putera dari teman ibu ku. Cowok itu namanya Lazuardi Finanda --yang saat ini aku kenal dengan panggilan kak Ardi. Ia adalah seorang mahasiswa Fisika UNJ yang sedang menulis skripsi tentang Astronomi.
   Alhamdulillah beberapa hari sebelum hari itu, aku dipastikan lolos seleksi Olimpiade Sains Nasional 2010 bidang Astronomi tingkat kota. Ibu ku akhirnya menyuruhku untuk berkomunikasi dengan kak Ardi supaya saat aku belajar Astronomi ada yang mengarahkannya.
   Sekitar pukul 8 pagi aku tiba di Asrama Haji Pondok Gede. Aku harus menghadiri manasik haji untuk melengkapi nilai pelajaran Agama Islam kelas X. "Seperti anak kecil." Pikir ku.
  Tidak lama kemudian, temanku Aisyah Hafidzoh --aku panggil Pijoh-- datang dan aku pun menghampirinya.
   "Joh, nanti jadi ikut gue ke planetarium?"
   "InsyaAllah. Bareng Rahma sama Aldo juga ya." Jawabnya.
   "Oooh, oke. Janjian jam 3 ya di halte transjakarta Kramat Jati. GAK PAKEK NGARET!" Tegas ku.
   "InsyaAllah." Jawab Pijoh lalu ia pun berlalu dari hadapanku.

Detik Demi Detik
   Terik sekali pukul 10.00 waktu aku tiba di rumah kembali usai manasik haji. Aku mencoba sms kak Ardi lagi untuk memastikan kalau aku jadi ke planetarium sore nanti.
   Siang itu aku benar-benar tidak sabar untuk belajar Astronomi di Planetarium. Menghadapi buku-buku tentang bintang, planet, tata surya dan alam semesta.
   Sekitar puluk 14.30 aku meminta izin kepada keluarga ku untuk meninggalkan rumah ke Planetarium. Aku menaiki angkutan umum menuju halte transjakarta kramat jati. Sesuai janji ku dan teman-teman, aku sampai tepat pukul 15.00 di halte. Kosong. Aku menatap halte kecil itu setelah membeli tiket seharga Rp 3,500.-
   Detik demi detik aku lalui sendiri, menunggu teman-teman ku, terduduk di halte tersebut. Aku hanya mendengar celotehan petugas halte dan ramainya jalanan. Bus demi bus aku biarkan lewat begitu saja. Sesekali petugas pintu bus menawari ku untuk menaiki bus nya. Namun aku hanya menggelengkan kepala dan membiarkan bus itu berlalu.
   Tiga puluh menit berlalu. Balasan sms dari Rahma, Pijoh dan Aldo masih sama. "Masih dijalan mil. Sabar ya." Sabar? Aku hanya bisa mengerutkan kening dan mengelus dada.
   Mendekati pukul 16:30 aku melihat mereka turun dari angkutan umum. Aku melihat jam tangan ku dan dengan rasa kesal yang memuncak aku keluar dari halte. Aku tak peduli uang Rp 3,500.- ku yang gunakan hanya untuk menunggu. Aku juga tak peduli dengan anggapan petugas halte bahwa aku orang aneh.
   Aku meminum seteguk air minum yang aku bawa sebelum menghadapi teman-teman ku. Itu cara ku menyembunyikan kekesalan.
   "Kita naik taksi aja ya. udah jam segini." ucap ku.
   "ya udah deh, maaf ya Mila kita telat." 
   "iya iya iya."
Beruntung ada taksi warna putih yang melintas di jalan itu. Kami pun langsung naik kedalam taksi tersebut dan meminta supir taksi untuk mengantarkan kami ke Taman Ismail Mardzuki.
   Tiga puluh menit berlalu, kami pun sampai di pintu samping Planetarium. Aku mencoba membuka gerbangnya namun gerbang itu digembok. Aku melirik jam tangan ku, pikiran ku semakin cemas karna aku belum sholat Ashar padahal di depan ku adalah Mushola planetarium. Sayangnya untuk masuk kedalam Mushola, aku perlu melewati gerbang yang digembok tadi.
    Aku memutuskan untuk sms kak Ardi, pikirku saat itu ia sudah ada di dalam Planetarium. Aku terkejut saat kak Ardi membalas sms ku bahwa ia masih di jalan menuju Planetarium. Huft, ternyata aku masih datang lebih dulu. Aku memberitahu posisi ku saat itu kepada kak Ardi, maklum aku dan kak Ardi belum pernah bertemu sebelumnya, jadi hanya posisi dan warna baju yang bisa jadi acuan.


"kalau mau belajar, udah telat."
   Lima belas menit aku menunggu di depan pintu samping Planetarium, ah menunggu lagi. Aku melihat banyak anak-anak sebaya ku sedang jalan santai di kawasan Taman Ismail Mardzuki. Adakah salah satu dari mereka yang bermuka astronomis? hahah sepertinya aku salah berpikir waktu itu. Tak lama telepon genggamku berbunyi.
   "Halo Assalamualaikum." Jawabku
   "Walaikum salam mila? Kamu dimana?" Ucap seseorang disebrang.
   "Di pintu samping Planetarium kak."
   "Lah, saya juga udah di situ."
   "Loh? dimana? saya pakai baju ungu kak."
   "MILA!!" Terdengar suara laki-laki dan perempuan memanggil nama ku sekitar 10 meter dari tempat aku berdiri. Terlihat seorang cowok menaiki motor dan membonceng cewek cantik berkerudung. Aku menjabat tangan ke dua kakak itu. Ya, kak Ardi dan pacarnya, kak Devi.
   Kak Ardi kemudian menelepon seseorang yang berada di dalam Planetarium. Sesaat kemudian munculah juru kunci Planetarium atau pak satpam. Ia langsung membukakan pintu gerbang tersebut. Aku dan ketiga teman ku memasuki Planetarium namun berbelok ke Musholah. Matahari semakin rendah, tandanya waktu Ashar pun semakin sempit.
   Usai sholat, aku melihat kak Ardi dan kak Devi sedang berbincang-bincang dengan seseorang berbadan tinggi, berkaca mata, sedang menggenggam netbook yang saat ini ku kenal dengan sebutan Kak Nurdin. Beliau adalah pembina Forum Of Scientist Teenagers. Setelah kedua sepatuku terikat, aku menghampiri mereka.
   "udah tau kan pelatihan selanjutnya di SMA 68?" tanya seseorang tadi tanpa basa-basi.
   "belum"
   "iya, pelatihan tiga hari disana. kasih tau ya pihak sekolahnya. OSK peringkat berapa?" 
   "Alhamdulillah delapan."
   "ooh, dari SMA mana?"
   "empat delapan."
  "hmmm, kalau kesini mau belajar buat persiapan tahap selanjutnya sih, udah telat. anak-anak baru aja selesai. mereka udah kumpul dari jam 11." JEDER!!! lutut ku mendadak lemas mendengar pernyataan yang terakhir. aku dengan penuh kesabaran datang ke tempat ini sia-sia? Ya ampuuuuun :'(
   "hmmmm." jawab ku lemas.
   "emang diatas masih ada siapa aja kak?" tanya kak ardi kepada seseorang yang satu ini.
   "masih rame. ada pak wid...."
   "oooh, pak wid ahlinya OSN ya tuh." sambung kak ardi
   "iya, ada si adly juga. eh iya, ke atas aja kamu nanti ketemu yang juara satu di jakarta timur."
   Kau tau, saat aku mendengar pernyataan yang ini aku membayangkan ada seorang cowok berkulit putih, berkaca mata, bertubuh besar, di kedua tangannya terdapat buku-buku tebal dan ia sedang memandangku sinis dari ujung kaki sampai ujung kepala ku seperti sedang berfikir "beneran ni anak mau belajar astronomi? serius ni anak bisa?" uaaaaaaa. Sosok cowok sinis tadi hilang setelah aku tertinggal jauh dari kak ardi dan kak devi yang telah berjalan menuju suatu ruangan. Aku mengejar ketertinggalan ku bersama ketiga teman ku.
   Kak ardi dan kak devi begitu cepat melangkahkan kaki, menaiki tangga, menyusuri lorong dan sampailah di suatu tempat yang mirip balkon. Dari kejauhan aku melihat cowok yang berjalan berlawanan arah dengan ku. Wajahnya tidak familiar lagi. "Wah, dia ketua Forum Pelajar Astronomi itu bukan, sih?" batinku. Aku terus memperhatikan cawak itu sampai kami berpapasan. Aku tak mengayapa. Khawatir perkiraanku salah.


Sang Jawara itu...
    Aku sudah tak melihat kemana kak ardi dan kak devi pergi. Ya ampun, cepat sekali mereka menghilang. Ketiga temanku masih dibelakangku dan kami pun menemukan jalan buntu. Satu-satunya hal yang memungkinkan kemana kak ardi dan kak devi melangkah adalah sebuah pintu terbuka yang berada di samping kananku. Sayup-sayup terdengar suara seseorang seperti sedang ceramah. Perlahan aku memasuki ruangan itu, seperti sebuah gudang tapi di samping kanan ku lagi-lagi ada pintu yang terbuka dan terlihatlah ruangan multimedia dengan kursi bersaf-saf dan bertingkat-tingkat. Aku melihat kak ardi telah menduduki salah satu bangku dan melambaikan tangan kearahku--menyuruhku untuk masuk ke ruangan itu.
suasana ruang multimedia Planetarium 1 Mei 2010. Cowok yang duduk paling belakang sebelah kanan berbaju merah, itulah kak ardi dan aku bersama teman-temanku dibelakangnya.


   Aku dan teman-teman ku mengambil tempat duduk dibelakang kak ardi dan kak devi. aku melihat siapa yang berbicara, sosok yang familiar juga bagi ku.
   "Eh eh itu kan kak Tupang?" tanyaku pada ketiga temanku
   "iya! kak Tupang!"
Ya, kak Ferry Simatupang, beliau adalah orang astronomi tulen yang sekitar seminggu sebelum hari itu aku mewawancarai beliau mengenai astronomi di Indonesia untuk tugas pelajaran Jurnalistik di sekolah. Ya Allah, dunia ini sempit.
   Aku melihat kesekeliling ku, ruangan itu sebagian besar diisi oleh anak-anak sepantaran ku, sebagian kecil adalah mahasiswa. Aku melihat raut wajah-wajah sebayaku. Mereka mendengarkan ceramah kak Tupang dengan seksama, sesekali mereka mendiskusikan sesuatu kepada teman disampingnya. "Ya Allah adakah yang berwajah bingung selain aku diruangan ini? apa yang dibicarakan kak Tupang didepan? apa itu Energi Gelap? aaaaaaakh." aku membatin sambil melihat lembaran kertas digenggamanku, handout yang baru saja aku beli seharga 1000 rupiah dari seseorang berparas lucu dan gemuk yang saat ini aku mengenalnya dengan nama kak Mirza.
  "Mil, itu yang juara satu di jakarta timur." Kak Ardi membalikkan badannya ke arah ku.
   "Yang mana kak?" Tanya ku sambil mencari sosok seperti apa yang aku bayangkan tadi.
   "Yang itu. yang pakek jaket, Adly!!" Kak Ardi memanggil cowok berkaus biru berjaket hitam.
   Sontak aku dan Pijoh saling berhadap-hadapan dan kami berdua tahu kalau apa yang ada di pikiran kami berdua sama. Adly? itu yang namanya Adly Rahmat Renhoran? Orang yang dua minggu sebelum kejadian itu membuat ku berdecak kagum karena nilai seleksi Olimpiade Tingkat Kota-nya mendapat nilai 84 dan itu membawa dirinya menduduki peringkat pertama. Subhanallah.
   Seminggu yang lalu sebelum hari itu aku dan Pijoh sempat bertemu dengannya di Musium Bank Mandiri di acara KumKum persis saat aku melihat kak Tupang sebelumnya. Aku sedang mengunjungi stand astronomi dan yang menjaga stand tersebut adalah kak Adly. Aku sempat diajarkan cara membaca peta langit olehnya. Ya ampun, aku benar-benar merasa jika planet ini sempit.
   Sang jawara itu langsung mengambil tempat duduk di samping kak Ardi, tepat dai depanku. Sejenak mereka berdua mendiskusikan sesuatu. Tiba-tiba kak Adly membalikkan badan kearah ku.
   "Ini dari SMA 48 ya?" ia mengulurkan tangannya
   "Iya. Mila." jawab ku sambil menjabat tangannya.
   "Adly." Ia menjawab dan mengulurkan tangannya lagi kepada ketiga temanku. Setelah itu ia membicarakan sesuatu lagi dengan kak Ardi. Dan sesaat kemuadian ia membalikkan badannya lagi ke arahku.
   "Nanti, waktu jeda sholat maghrib ikutan kumpul aja ya." ucapnya.
   "di mana kak?" tanya ku.
   "di sini aja. eh jangan panggil "kak". Ia lalu bangkit dari tempat duduknya dan meninggalkan kami semua.
   "hah??" aku bingung.
Aku lalu melanjutkan usahaku mencerna apa yang kak Tupang utarakan sambil memakan makanan ringan yang Rahma dan Pijoh bawa.


"Pantas saja"
   Usai sholat Maghrib aku kembali ke ruang multemedia itu. Kali ini, aku tidak mengambil bangku yang sebelumnya, namun agak di bagian tengah. Aku melihat cowok yang tadi berpapasan dengan ku sedang tertawa-tawa bersama teman-temannya di deretan kursi depan. Aku juga mengamati sesosok anak laki-laki berbaju kuning cerah berdiri di mimbar, menggenggam kameranya dan memfoto dirinya sendiri. aneh. ya menurutku itu aneh. Tapi jangan salah, saat ini aku sangat terkagum dengan anak laki-laki itu. Dia adalah Dino yang akhir tahun lalu sempat meraih medali di ajang olimpiade astronomi tingkat dunia. Allahuakbar.
   Aku menunggu acara dimulai kembali.Ruang multimedia itu riuh dengan suara tawa dan musik Depapepe. Mulai Canon sampai Air On The G String. Aku menunggu seseorang mengajakku berkumpul bersama anak-anak yang sedang tertawa-tawa di barisan depan. Sesuai ajakan kak Adly, ia memintaku berkumpul di di ruangan itu. Tapi, ku lihat mereka memiliki kegiatan sendiri.
   Aku cukup terkesan dengan orang-orang disekitarku. Malam minggu, yang aku tahu sebagian besar anak-anak seusiaku menghabiskan waktu bersama orang yang bukan muhrimnya. bersenang-senang. nongkrong sana sini. hura-hura. Tapi, orang-orang dihadapan ku ini dengan senang hati datang ke forum ilmiah. Mengkaji sesuatu yang sederhana menjadi sangat detail atau pun menrubah sesuatu yang rumit menjadi sesuatu yang sederhana dan mudah dipahami.
   Acara dimulai kembali dengan sesi tanyajawab. Waw! Saat moderator mempersilakan peserta untuk bertanya, banyak tangan berlomba-lomba melayang ke udara.Ya Allah, aku tak mengerti sedikit pun materi pembicaraan dan mereka seolah mengerti sekali sampai tau apa yang kurang dari materi tersebut.
   "Hey, yang lagi ngomong didepan ini, calon juri nasional." Ucap kak Nurdin yang duduk tidak jauh dari kami berempat. Aku hanya mengangguk. "Kalau yang pakai kerudung itu, juri propinsi." Kak Nurdin menunjuk ke arah seorang ibu berkerudung, memakai kacamata yang saat ini ku kenal dengan nama Bu Eka. "Nah, yang lagi ngobrol sama beliau, dia yang juara dua di Jakarta Timur." Aku melihat seorang cowok berbaju putih sedang mengobrol bersama bersama bu Eka. Terlihat mereka berdua sudah sangat mengenal.
   Apa-apaan ini? Pantas saja mudah sekali bagi mereka untuk mendapatkan nilai-nilai brilian dari soal-soal sesulit OSK, pergaulan mereka sudah sejauh ini, mereka sudah menyelam sangat dalam di Astronomi. Aku? Seolah hanya kekuatan doa yang mengantarkan aku di dunia Astronomi ini.
   Sekitar pukul 20:30 pertemuan selesai. Sebelum meninggalkan ruangan aku berpamitan dengan kak Ardi dan kak Devi terlebih dahulu. Saat aku ingin melewati pintu keluar aku dan teman-temanku menyempatkan diri untuk mengisi absen. Aku mengisi absen paling terakhir dibandingkan ketiga teman ku.
   "Mila, ada yang mau ngomong dulu tuh." Ucap Rahma
   "Siapa?" tanyaku sambil selesai menyelesaikan mengisi absen.
   "gak tau, katanya kita jangan langsung pulang dulu." Tambah Pijoh.
   "Ya udah. Mana?" Aku sedikit mendorong teman-temaku agar keluar dari kerumunan absen.
   "Iiih, lo dulu giiiih." Pijoh menarik tangan ku dan menyodorkan aku lebih dahulu.
   "Eeeh." aku sedikit oleng. Aku cepat-cepat menegakkan badan ku.
   "Dari SMA 48 ya?" Tanya cowok berbaju putih di hadapan ku.
   "ha? iya." jawab ku
   "ngobrol-ngobrol dulu sini." Sekarang ada tiga cowok dihadapan ku, si juara satu, si juara dua dan yang satu lagi cowok berkaus hitam, berkaca mata, entah siapa. Aku pun duduk dikursi. si juara dua duduk di sebelah kiriku dan disamping kanan ku duduklah ketiga teman ku. Sedangkan kak Adly dan seorang cowok lagi duduk di bawah.
   "Kamu kelas berapa?" Tanya si juara dua.
   "sepuluh."
   "Kemarin peringkat berapa?"
   "Alhamdulillah delapan. hehe"
   "wih! Hebat. Aku kelas 11. Adly kelas 11, dia juara satu. Kalau dia kelas 10. Kita bertiga dari 54." Jelasnya. Hebat? Ironi kah?
   "Kamu siapanya kak Ardi? Saudaranya?"
   "Bukan bukan. Kak Ardi itu anaknya temennya mama saya. hehe."
   "Anaknya temennya mama saya? hmmm." Kakak berbaju putih itu bersama kak Adly mengulangi ucapan ku sambil berpikir. "oooh, ngerti-ngerti."
   "Aduh, ada apa dengan mereka ini?" Batinku.
   "Tadi kesini katanya mau belajar ya?"
   "Iya kak, tapi katanya udah pada selesai belajarnya. Saya mau tau kayak gimana tahap-tahap selanjutnya." Ucapku dengan nada kecewa.
  "ooooh. Eh ryandhika, soal gue yang tadi mana?" Tanyanya kepada seorang adik kelasnya itu. Ryandhika mengambil satu paket soal dari dalam tasnya dan memberikannya kepada si juara dua. "Nah, ini buat kamu aja. Ini soal tahun lalu. Ya, setidaknya buat bayangan aja." 
   "Trus gue?" Tanya Ryandhika yang bingung.
   "Hmm, gampang lah 'ntar fotocoppy lagi punya adly." Jawab si juara dua dengan enteng. Haduuuh, baru juga kenal gue udah bikin orang gak ikhlas, nyusahin lagi. Hmmm.
   Kakak juara dua itu menjelaskan tahap-tahap selanjutnya menuju OSN. Kisi-kisi soalnya, sistematika penyeleksian dan lain sebagainya. Kak Adly dan Ryandhika ikut mendengarkan dengan seksama. Tiba-tiba datang lah cowok yang aku pikir itu ketua FPA. Ia datang langsung berjongkok di sebelah kak Adly sambil menengadahkan tangannya persis di bawah dagunya, berwajah sok polos Seperti anak kecil yang mengidamkan sebuah lollipop raksasa yang ada dihadapannya. Gayanya itu diikuti kak Adly dan Ryandhika
   "Cieee aku kamuuuu." Ledek ketua FPA itu.
   "Apaan sih mi!" Kakak si juara dua itu berpindah ke kursi yang ada di sebelah kirinya. Sekarang aku dan dia memiliki batas 1 kursi kosong.
   "Eh, ini mila kan, dari 48. Adek kelasnya Ardhan?" Tanya ketua FPA.
   "Iya kak. Kak Ami ya?" Tanya ku memastikan.
   "Yoi."
   "Kenal lo mi?" Tanya kakak juara dua itu.
   "Gabung di grup FPA dia."
   "Asik daaah, FPA makin eksis." Ledek kak Adly.
   "Iya dong. Secara . . ." Kak ami memberikan argumen panjang.
   "Di sini ada yang kenal selain kak Ardi?" Tanya kakak juara dua itu lagi.
   "Hmmm, ada sih kak. Kayaknya yang lagi duduk di depan itu temen SMP saya deh. Risyad kan?"
   "Eh, syad! Sini lo! Ada temennya juga, bukannya disapa!" Teriak kakak juara itu memanggil Risyad. Risyad pun bergabung bersama kami. Ia datang dan membagi-bagi kan koin 500 rupiah kepada kakak juara dua, kak Adly dan kak Ami. Ternyata itu upah menyelesaikan rubik dari seseorang. Mereka menyuarakan banyolan-bbanyolan yang membuatku terheran.
   Dihadapan ku, orang-orang pinter semua. Mereka orang-orang hebat. Tapi ternyata faham ku mengenai pintar identik dengan kuper itu salah. Aku takjub melihat mereka yang ternyata segila itu dibalik pemikiran-pemikiran hebat.
   Beberapa saat kemudia aku merasa cukup berada ditengah mereka. Mereka yang masih asik dengan obrolannya terpaksa harus ku ganggu.
   "ekhem, maaf kak." Ucap ku mengalihkan obrolan si juara dua itu dari teman-temannya.
   "ya?"
   "kayaknya udah malem deh kak, saya harus pulang."
   "ooooh, iya iya. sampai ketemu di pra-OSP ya."
  "ini soalnya beneran buat saya kak?" tanya ku memastikan sambil melirik Ryandhika.
   "iya, bawa aja."
   "makasih kak. oiya, kakak namanya siapa?"
   "Gwyn Walesa. Kenapa?"
   "nanyak aja kak. Makasih banyak ya kak, Assalamualaikum." Aku pun meninggalkan tempat itu.


  Ruangan itu. Seolah aku ingin sering-sering mengunjungi ruangan itu. Pintunya adalah pintu utama bagi ku terjun di dunia astronomi. Tak hanya hari itu aku menemukan kejutan-kejutan, namun seiring aku melangkah di astronomi, semakin aku menemukan kejutan-kejutan yang luar biasa. 
   Beberapa orang yang menjadi peran dalam kisahku tadi dan orang-orang yang ku kenal setelahnya tidak berhenti sampai situ saja dalam memberiku masukan. Tapi pengalaman dan banyak pelajaran aku dapatkan dari mereka.
   HAAJ, FPA, FOSCA perkumpulan para pemikir yang benar-benar jauh dari apa yang kuduga. Mereka mengajarkan kuubagaimana menyederhanakan pemikiran rumit ataupun mengkaji dengan detail pemikiran yang sederhana. Mereka memperkenalkan aku dengan alam yang sangat misterius ini.
   1 Mei 2010 adalah langkah awal bagi ku. Banyak orang yang mengatakan "Masa paling indah itu masa-masa SMA." yak benar! dan keindahan masa-masa SMA bagi ku terletak di sini, di astronomi.M ereka adalah teman sekaligus guru bagi ku. Dan tanpa disadari mereka telah mengajarkan ku bahwa Allah Maha-berkehendak. :)) 


Thanks God!

0 komen:

Post a Comment

waktunya komentaaar